FUNGSI SOSIOLOGI
(Sosiologi
Sebagai Ilmu Tentang Masyarakat)
Setelah mempelajari
materi yang dibawah ini diharapkan siswa mampu:
1. Menjelaskan
secara singkat sejarah lahirnya sosiologi
2. Menyimpulkan
pengertian sosiologi menurut 3 ahli.
3. Menjelaskan
sifat hakikat sosiologi.
4. Mengidentifikasi
objek kajian sosiologi
5. Menjelaskan
4 ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan
6. Menjelaskan
perkembangan sosiologi di Indonesia.
7. Menjelaskan
Hubungan sosiologi dengan ilmu sosial lain
8. Menganalisis
4 fungsi sosiologi
9. Menganalisis
4 peran sosiologi
A. Sejarah
Perkembangan Sosiologi
Menurut
Idianto Muin (2006: 2), Sosiologi lahir Sejak manusia bertanya tentang
masyraakat, terutama tentang perubahannya. Ratusan tahun sebelum masehi,
pertanyaan tentang masyarakat sudah muncul. Namun sosiologi dalam pengertian
sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir belasan abad kemudian
1. Perkembangan
Awal
Para pemikir
yannai kuno, terutama Sokrates, Plato, dan Aristoteles, beranggapan bahwa
masyarakat terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat
mengalami perkembangan dan kemunduran. Kemakmuran maupun krisis dalam
masyarakat merupakan masalah yang tidak terelakan. Anggapan tersebut terus
dianut semasa abad pertengahan (abad ke-5 M sampai akhir abad ke-14 M). para
pemikir seperti Agustinus, Avicenna, dan Thomas Aquinas menegaskan bahwa nasib
masyarakat harus diterima sebagai bagian dari kehendak ilahi. Sebgai makhluk
yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan
terjadi pada masyarakatnya. Pertanyaan (mengapa bisa begini atau mengapa bisa
begitu) dan pertanggungjawaban ilmiah (buktinya ini atau itu) tentang perubahan
masyarakat belum terpikirkan pada masa itu
2. Abad
Pencerahan: Rintisan Kelahiran Sosiologi
Sosiologi
modern berakar pada karya pemikir abad pencerahan, pada abad ke-17 M. abad itu
ditandai oleh beragam penemuan di bidang ilmu pengetahuan. Derasnya perkembangan
ilmu pengetahuan membawa pengaruh terhadap pandanagn mengenai perubahan
masyarakat. Pandanag itu juga harus bercirikan ilmiah. Artinya, perubahan yang
terjadi dalam masyarakat harus dapat dijelaskan secara masuk akal (rasional),
berpedoman pada akal budi manusia. Caranya dengan menggunakan metode ilmiah.
Francis Bacon dari Inggris, Rene Descartes dari Perancis, dan Wilhelm Leibnitz
dari jerman merupakan sejumlah pemikir yang mnenekankan pentingnya metode
ilmiah untuk mengamati masyarakat.
3. Abad
Revolusi: Pemicu Lahirnya Sosiologi
Dengan
perubahan pada abad pencerahan, terjadi perubahan revolusioner di sepanjang
abad ke-18 M. perubhan itu dikatakan revolusioner karena dengan cepat struktur
(tatanan) masyarakat lama berganti dengan struktur baru. Revolusi sosial paling
jelas tampak dalam revoluis Amerika, Revolusi Industri, dan Revolusi Prancis.
Ketiga revolusi itu berpengaruh ke seluruh dunia. Hal ini wajar mengingat
kawasan Asia dan afrika ketika itu menjadi koloni Eropa.
Pada
Revolusi Amerika, koloni Inggris di Amerika Utara ini membentuk Negara Republik
yang demokratis. Pemerintahan jenis ini baru untuk masa itu, ketika kebanyakan
negara berbentuk monarki. Gagasan kedaulatan rakyat (rakyat yang berkuasa) dan
pentingnya hak asasi manusia (semua orang bermatabat sama) mengubah susunan
serta kedudukan orang dan kelompok dalam masyarakat.
Pada masa
revolusi industry. Muncul kalangan baru dalam masyarakat, yaitu kaum kapitalis
dan kaum buruh. Kaum kapitalis memilki modal untuk membuat usaha, sedangkan
kaum buruh bekerja di pabrik. Kaum bangsawan dan kerohanian yang sebelumnya
lebih berkuasa, mulai disaingi oleh kaum kapitalis yang mnegendalikan ekonomi.
Kemudian
muncul kesadaran akan hak asai manusia dan persamaan semua orang diahdapan
hokum yang mengakibtakan teejadinya Revolusi Prancis, pada sat itu rakyat
senang diatas penderitaan rakyat lalu membentuk pemerintahan yang demokratis.
Revolusi-revolusi
ini mengakibatkan perubahan-perubahan dan gejolak dalam masyarakat tatanan yang
telah berusia ratusan tahun dalam masyraakat diobrak-abrik dan
dijungkirbalikan. Perubahan ini tak jarang juga disertai peperangan,
pemberontakan dan kerusakan yang membawa kemiskinan dan kekacauan. Karena
itulah para ilmuwan tergugah untuk mencari cara menganalisis perubahan secra
rasional dan ilmiah sehingga dapat diketahui sebab dan akibatnya. Tujuannya
agar bencana yang terjdai kabta perubahan-perubhaan dalam masyarakat bida
diantisipasi dan dihinadri.
4. Kelahiran
Soiologi
Pada abad
ke-19 sejumlah ilmuwan menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisis
dan peruabahan sosial. Para ilmuwan itu berupaya membangun suatu teori sosial
berdasarkan ciri-ciri hakiki masyrakat pada tiap tahap peradaban manusia. Untuk
membangun teori itu, perhatian mereka tercurah pada perbandingan masyarakat dan
peradaban manusia, dari masa ke masa.
Ilmuwan
yang sampai sekarang diakui sebagai bapak sosiologi adalah Auguste Comte. Dalam bukunya Cours de Philosophie Positive (Filsafat
Positif), ilmuwan perancis ini memperkenalkan istilah sosiologi sebagai
pendekatan khusus itu sebetulnya metode ilmiah yang bisa digunakn di dalam
ilmua alam (sains). Dengan demikian, Comte merintis upaya penelitian terhadap
masyarakat, yang selama berabad-abad sebelumnya dianggap mustahil.
Rintisan
Comte mendapat sebutan luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di
bidang sosiologi. Mereka antara lain Patirim Sorokim, Herbert Spencer, Karl
Marx, Emile Durkheim, Gorge Simmel dan Max Weber. Semuanya berasal dari Eropa.
Masing-masing berjasa besar menyumbnagkan beragam pendekatan mempelajari
masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan sosiologi.
Secara
umum pendekatan yang ditawarkan oleh para ilmuwan sosial di abad ke-19
cenderung makro. Bagi mereka, perubhaan suatu masyarakat dapat diprediksi
(diramalkan) dari karakteristik (ciri khas) masyarakat itu secara keseluruhan.
Alasan mereka, karakteristik suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap
perilaku para warganya beserta perubahan sosial yang akan terjadi. Pendekatan
makro ini kemudian mendapat kritik dari para ilmuwan sosial di abad ke-20.
5. Kelahiran
Sosiologi Modern
Sosiologi
memang lahir di Eropa, namun perkembnagn pesat sosiologi modern justru terjadi
di Amerika, khuusnya Amerika Serikat dan
Kanada. Kondisi itu erat kaitannya dengan gejolak sosial yang terjadi di kedua
negara tersebut.
Memasuki
abad ke-20 gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu
berakibat pada pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industry
baru, lengkap dengan gejolak kehidupan kota besar, kriminalitas ataupun
kerusuhan khas perkotaan, sampai dengan tuntutan hak wanita dan kaum buruh.
Konsekuensi gejolak sosial itu, perubhaan masyarakat yang mencolok pun tak
terhindarkan.
Perubahan
masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial berpikir keras, untuk samapi pada
kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi.
Merekapun berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi sosial
ketika itu. Lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan dengan pendekatan
sosiologi sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering
disebut pendekatan empiris). Artinya perubahan masyarakat dapat dipelajari
mulai darifakto sosial demi fakto sosial yang muncul. Berdasarkan berbgai fakta
sosialitu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh.
Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya
penelitian dalam sosiologi.
B. Pengertian
sosiologi
Dalam
Idianto Muin (2006: 7) menjelaskan bahwa, istilah sosiologi pertama kali
dikemukakan oleh ahli filsafat moralis, dan sekaligus sosiolog berkebangsaan
prancis, Auguste Comte, melaui bukunya yang berjudul “Cours de Philosophie Positive”. Menurut comte sosiologi berasal
dari kata latin socius yang artinya
teman atau sesame dan logos dari kata Yunani yang artinya cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi
berarti bercerita tentang teman atau kawan (masyarakat),
Adapun
pengertian sosiologi menurut para ahli sosiologi (Setiadi dan Kolip, 2013: 2)
sebagai berikut:
Ø
Patirim
Sorokim mengemukakan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari Hubungan
dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial, misalnya
antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dan ekonomi,
gerakan masyarakat dan politik, dan sebagainya, hubungan dan pengaruh timbal
balik anatara gejala sosial dan gejala-gejala non sosial seperti gejala
geografis, biologis dan sebagainya; dan ciri-ciri umum dari semua jenis
gejala-gejala sosial.
Ø
Roucek
dan Warren mengemukakan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antar manusia dalam kelompok.
Ø William F. Ogburn dan Meyer F.
Nimkoff berpendapat bahwa Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
Ø
J.A.A.
van Doorn dan C.J. Lamers, ia mengemukakan bahwa Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang
struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Ø
Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemantri membatasi sosiologi sebagai ilmu yang
mempelajari struktur sosial (yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur
sosial yanag pokok seperti kaidah-kaidah sosial, lemabga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok sosial, dan lapisan sosial) dan proses-proses sosial (yang
berupa peraruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama seperti kehidupan
ekonomi dan kehidupan politik, kehidupan hokum dan kehidupan agama, dan lain
sebagainya), termasuk di dalamnya adalah perubahan-perubahan sosial.
Ø
Max
Weber mengemukakan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami
tindakan-tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Ø
Paul
B. Horton berpendapat bahwa Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan kajian pada
kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
Ø
Soerjono
Soekanto mengemukakan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian
pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan
pola-pola umum kehidupan masyarakat.
Ø
William
Kornblum mendefenisikan Sosiologi sebagai suatu upaya ilmiah untuk mempelajari
masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang
bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Ø
Allan
Johnson mendefenisikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan dan
perilaku terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana
sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di
dalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
Ø
Mayor
Polak mendefenisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
masyarakat secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia satu dengan
manusia lain, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik kelompok
formal maupun kelompok informal atau baik kelompok statis maupun kelompok
dinamis.
Dari pengertian para ahli
sosiologi kita dapat menarik kesimpulan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari masyarakat dari berbagai aspek kehidupan, baik dari segi
interaksinya, sistem dan struktur sosial, maupun gejala-gejala sosial yang ada
dalam masyarakat.
C. Sifat
hakikat sosiologi
Dalam Soekanto dan Sulistyowati
(2013: 18), Untuk dapat memahami ilmu sosiologi dengan baik, maka kita dapat
mempelajari sifat dan hakikat sosiologi, sebagai berikut:
1. Sosiologi bagian rumpun ilmu sosial
yang mempelajari masyarakat sebagai objek kajiannya.
2. Sosiologi adalah disiplin ilmu yang
katagoris, mempelajari apa yang terjadi sekarang dan bukan apa yang seharusnya
terjadi .
3. Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan
murni (pure-science) yaitu merupakan pencarian ilmu pengetahuan bukan pada
praktis penggunaanya. Sosiologi juga merupakan ilmu terapan (aplied science),
yaitu pencarian cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah guna
memecahkan pengetahuan praktis. Sebagai contoh seorang peneliti sedang
melakukan peneltian tentang struktur sosial masyarakat Suku di Papua, peneliti
menggunakan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan murni. Apabila peneliti
melanjutkan pada penelitian bagaimana menyelesaikan konflik antar suku di
masyarakat Papua maka kajian ilmu sosiolgi tersebut menjadi ilmu pengetahuan
terapan.
4. Sosiologi bersifat abstrak bukan
konkret, maksudnya yang menjadi perhatian sosiologi adalah bentuk dan pola-pola
peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh.
5. Sosiologi menghasilkan
pengertian-pengertian dan pola-pola umum manusia dan masyarakatnya, serta
mencari prinsip-prinsip dan hukum- hukum umum dari interkasi manusia, sifat,
hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat manusia.
6. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan
yang empiris dan rasional, hal ini menyangkut metode yang digunakan.
7. Sosiologi merupaka ilmu pengetahuan
yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahaun yang khusus.
D. Objek
kajian sosiologi
Dalam Maryati dan Suryawati (2016:
8), Objek kajian sosiologi sebagaimana kedudukannya sebagai ilmu sosial adalah
masyarakat dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari
hubungan manusia tersebut dalam masyarakat. Dengan demikian, sosiologi pada
dasarnya mempelajari masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti
kelompok yang dibangunnya.
Dengan
kata lain yang menjadi kajian sosiologi adalah sebagai berikut.
1. Hubungan timbal balik antara manusia
dengan manusia lainnya.
2. Hubungan antara individu dengan
kelompok.
3. Hubungan antara kelompok satu dengan
kelompok lain. Sifat-sifat dari kelompok-kelompok sosial yang bermacam-macam
coraknya.
4. Proses yang timbul dari
hubungan-hubungan tersebut dalam masyarakat.
Meyer F.
Nimkoff menyebutkan bahwa lapangan studi sosiologi ada tujuh objek besar, yaitu
sebagai berikut.
1. Faktor-faktor dalam kehidupan
manusia.
2. Kebudayaan.
3. Human nature (sifat hakiki manusia).
4. Perilaku kolektif.
5. Persekutuan hidup.
6. Lembaga-lembaga sosial (lembaga
perkawinan, pemerintah, keagamaan, dan lainnya).
7. Social change (perubahan sosial).
Ruang
lingkup sosiologi mencakup pengetahuan dasar pengkajian kemasyarakatan yang
meliputi:
1. Kedudukan dan peran sosial individu
dalam keluarga, kelompok sosial, dan masyarakat.
2. Nilai-nilai dan norma-norma sosial
yang mendasari atau memengaruhi sikap dan perilaku anggota masyarakat dalam
melakukan hubungan sosial.
3. Masyarakat dan kebudayaan daerah
sebagai submasyarakat serta kebudayaan nasional Indonesia.
4. Perubahan sosial budaya yang
terus-menerus berlangsung yang disebabkan oleh faktor-faktor internal maupun
eksternal.
5. Masalah-masalah sosial budaya yang
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. (http://www.ssbelajar.net/2013/04/objek-kajian-sosiologi.html, diakses pada tanggal 15
September 2016 pukul 22.17.)
E. Ciri-ciri
Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Menurut
Maryati dan Suryawati, (2016: 13), dalam uraian sebelumnya kita telah membahas
objek dan kajian serta pokok bahasan sosiologi. Namun, apakah sosiologi
merupakan sebuah ilmu pengetahuan?. Pengetahuan muncul karena ada rasa ingin
tahu tentang hal-hal dalam kehidupan yang terjadi di masyarakat. Hal ini dapat
saja dengan mulai mengamati gejala sosial di masyarakat.
Tidak
semua pengetahuan merupakan ilmu. Hanya pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran saja yang dapat disebut ilmu
pengetahuan (science). Sistematis
berarti ada urutan-urutan tertentu yang bisa menggambarkan garis besar apa yang
ada dalam sebuah pengetahuan tersebut juga harus selalu dapat diperiksa
(diselidiki) dengan kritis oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya.
Penyelidikan harus berdasarkan metode-metode ilmiah. Dengan demikian setiap
ilmu pengetahuan memiliki beberapa unsur pokok yang tergabung dalam satu
kebulatan yaitu pengetahuan (knowledge),
tersusun secara sistematis, mengguanakn pemikiran dan dapat diselidiki oleh
orang lain atau umum (objektif). Oleh
karena itu sosiologi sebagai ilmu pengetahuan memiliki fungsi untuk mengkaji
gejala sosial di masyarakat. Dengan demikian, sosiologi juga merupakan ilmu
sosial. Sosiologi meruapakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah
memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan.
Adapun ciri-ciri sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:
1.
Sosiologi
bersifat empiris, yaitu artinya sosiologi didasarkan pada pengamatan (observasi) terhadap kenyataan kenyataan
sosial dan hasilnya tidak bersifat spekulatif.
2.
Sosiologi
bersifat teoristis, artinya sosiologi selalu berusaha menyususn
abstraksi-abstraksi dan hasil observasi, dan hasil abstraksi itu merupakan
kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secra logis dan bertujuan menjelaskan
hubungan sebab-akibat.
3.
Sosiologi
bersifat kumulatif, artinya teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori yang
sudah ada lalu diperbaiki, diperluas, serta diperdalam.
4.
Sosiologi
bersiaft nonetis, artinya sosiologi tidak mempersoalkan baik buruknya suatu
fakta, tetapi yang lebih penting adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara
analitis dan apa adanya.
Tokoh pertama yang meletakan
sosiologi sebagai ilmu adalah Emile Durkheim. Durkheim menayatakan bahwa
sosiologi memiliki objek kajain yang jelas, yaitu fakta sosial. Sementara untuk
metodologi, Durkheim mengemukakan konsep bebas nilai (value free). Menurut konsep ini seorang sosiolog dalam melakukan
penelitian terhadap masyarakat perlu melakukan batasan antara objek yang
diteliti dan peneliti. Seperti layaknya ilmu alam, Durkheim melihat masyarakat
sebagai sebuah laboratorium raksasa dan para sosiolog adalah ilmuwan yang
mengamati dan bereksperimen sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat.
F.
Sejarah berkembangnya sosiologi di
Indonesia
Dalam
Maryati dan Suryawati (2016: 12). Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang
sejak zaman dahulu. Walaupun tidak mempelajari sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan, para pujangga dan tokoh bangsa Indonesia telah banyak memasukkan
unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajaran mereka. Sri Paduga Mangkunegoro IV,
misalnya, telah memasukkan unsur tata hubungan manusia pada berbagai golongan
yang berbeda (intergroup relation) dalam ajaran Wulang Reh.
Selanjutnya,
Ki Hajar Dewantara yang di kenal sebagai peletak dasar pendidikan nasinal
Indonesia banyak memperaktekan konsep-konsep penting sosiologi seperti
kepemimpinandan kekeluargaan dalam proses pendidikan di Taman Siswa yang
didirikannya. Hal yang sama dapat juga kita selidiki dari berbagai karya
tentang Indonesia yang di tulis oleh beberapa orang Belanda seperti Snouck
Hurgronje dan Van Volenhaven sekitar abad 19. Mereka mengemukakan unsur-unsur
sosiologi sebagai kerangka berfikir untuk memahami masyarakat Indonesia. Snouck
Hurgronje, misalnya, menggunakan pendekatan sosiologi untuk memahami masyarakat
Aceh yang hasilnya di pergunakan oleh pemerintah Belanda untuk menguasai daerah
tersebut.
Dari
uraian tersebut terlihat bahwa sosiologi di Indonesia pada awalnya, yakni
sebelum perang dunia ke II hanya di anggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, sosiologi belum di anggap cukup penting
untuk di pelajari dan di gunakan sebagai ilmu pengetahuan, yang terlepas dari ilmu-ilmu
pengetahuan yang lain. Secara formal, sekolah tinggi hukum (Rechts Shoge School) di jakarta pada
waktu itu menjadi satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan mata
kuliah sosiologi di indonesia walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah ilmu
hukum. Namun, seiring perjalanan waktu, mata kuliah tersebut kemudian di
tiadakan dengan alasan bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat
beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak di perlukan dalam
pelajaran hukum. Dalam perdagangan mereka, yang perlu di ketahui adalah
perumusan peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya. Sementara,
penyebab terjadinya sebuah peraturan dan tujuan sebuah peraturan dianggap
tidaklah penting.
Setelah
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sosiologi di Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Adalah Soenaryo Kolopaking yang pertama
kali memberikan kuliah sosiologi dalam bahasa Indonesia pada tahun 1948 di
akademi ilmu politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas ilmu Sosial dan
Politik UGM). Akibatnya, sosiologi mulai mendapat tempat dalam insan akademi di
Indonesia apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat
Indonesia untuk menuntut ilmu di luar negeri sejak tahun 1950. Banyak para
pelajar Indonesia yang khusus memperdalam sosiologi di luar negeri, kemudian
mengajarkan ilmu itu di Indonesia.
Buku
sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali di terbitkan oleh Djody
Gondokusumo dengan judul Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa
pengertian mendasar dari sosiologi. kehadiran buku ini mendapatkan sambutan
baik dari golongan terpelajar di Indonesia mengingat situasi revolusi yang
terjadi saat itu. Buku ini seakan mengobati kehausan mereka akan ilmu yang
dapat membantu mereka dalam usaha memahami perubahan-perubahan yang terjadi
demikian cepat dalam masyarakat Indonesia saat itu. Selepas itu, muncul buku
sosiologi yang di terbitkan oleh Bardosono yang merupakan sebuah diklat kuliah
sosiologi yang di tulis oleh seorang mahasiswa.
Selanjutnya
bermunculan buku-buku sosiologi baik yang tulis oleh orang Indonesia maupun
yang merupakan terjemahan dari bahasa asing. Sebagai contoh, buku Social
Changes in Yogyakarta karya Selo Soemardjan yang terbit pada tahun 1962.
Tidak kurang pentingnya, tulisan-tulisan tentang masalah-masalah sosiologi yang
tersebar di berbagai majalah, koran, dan jurnal. Selain itu, muncul pula
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik diberbagai Universitas di Indonesia dimana
sosiologi mulai di pelajari secara lebih mendalam bahkan pada beberapa
Universitas, di dirikan jurusan sosiologi yang di harapkan dapat mempercepat
dan memperluas perkembangan sosiologi di Indonesia.
G. Hubungan
Sosiologi dengan Ilmu Lain
Dalam
Triyono dan Hermanto (2014: 14), (Maryati dan Suryawati, 2016: 15), menjelaskan
bahwa, seorang sosiolog sama seperti psikolog, antropolog, ilmuwan politik,
ahli ekonomi, dan ilmuwan sosial lainnya, mempelajari perilaku sosial dan
perubahan sosial. (Anderson, 2007). Perbedaan antara sosiolog dan displin ilmu
lainnya tidak dalam topik yang masing-masing penelitian, tetapi dalam
perpspektif disiplin, masing-masing terhadap objek kajiannya, psikolog
misalnya, melakukan analisis perilaku individu. Sementara itu, unit analisis
seseorang sosiolog adalah masyarakat. Orang cenderung berpikir perilaku
seseorang selalu berasal dari kepribadian dan motivasi yang berbeda. Dari sudut
pandang sosiologis, penjelasan psikologis tidak salah, hanya kurang lengkap.
Sosiolog menjelaskan bahwa perilaku masyarakat timbul tidak hanya dipengaruhi
oleh motif dan sikap internal seseorang, tetapi juga dari konteks sosial di
mana orang hidup,
Ada
beberapa hubungan sosiologi dengan ilmu sosial lainnya sebagai berikut:
1. Hubungan sosiologi dengan ilmu
psikologi
Psikologi mempelajari proses mental manusia.
Psikologi akan mempelajari tentang operasi pikiran yang logis, alsan, persepsi,
mimpi-mimpi, kreativitas, neurosis, konflik mental, dan berbagai macam emosi.
Perbedaan antara psikologi dan sosiologi adalah psikologi kajiannya memusatkan
pada pengalaman individu dan sosiologi menekankan pengalaman kelompok sosial.
Meski demikian, kajian psikologi sosial dapat digunakan sosiolog untuk memahami
kepribadian dan perilaku yang dipengaruhi oleh individu-individu.
2. Hubungan sosiologi dengan ilmu
ekonomi
Ilmu ekonomi mengkaji bagaimana manusia memperoleh
barang-barang dan jasa produksi, distribusi, serta konsumsi. Kajian ilmu
ekonomi dapat digunakan oleh sosiolog untuk meneliti basis sosial tentang
perilaku ekonomi. Melalaui kajian sosiologi, uang tidak hanya dilihat sebagai
barang yang keluar masuk bank semata. Kita akan mempelajari mengapa uang
disimpan di sana oleh orang-orang. Tentunya keputusan tersebut berdasarkan
keptusan sosial. Contohnya orang menabung untuk mengantisipasi sesuatu maupun
menabung untuk kepentingan pendidikan, serta persiapan membeli perumahan.
Hubungan kedua ilmu ini terletak pada basis perilaku sosial yang ikut
menentukan tipe dan bentuk interaksi
3. Hubungan
sosiologi dengan antropologi
Antropologi
memusatkan kajiannya pada studi biologi manusia dan kebudayaannya dalam semua
periode. Kajian antropologi terbagi menjadi dua. Pertama ilmu antropologi fisik
yang berkonsentrasi pada dua spek yakni evolusi biologi manusia dan perbedaan
fisik antara orang-orang di dunia. Kedua ilmu antropologi budaya yang mengkaji
pengembangan dan kultur yang sebagian besar difokuskan pada masyarakat dan budaya
pramodern.
4.
Hubungan
sosiologi dengan ilmu politik
Ilmu politik memusatkan kajiannya pada pemerintah
dan penggunaan kekuasaan politik. Mereka melihat berbagai gagasan dibelakang
sisitem pemerintah terutama pada proses-proses politik. Sedangkan ahli sosiologi,
mengkaji berbagai perilaku politik, alasan orang-orang ikut serta berpolitik,
mengapa mereka bergabung dalam pergerakan politik, serta hubungan antara
politik dan institusi sosial lainnya.
5.
Hubungan
sosiologi dengan ilmu sejarah
Ilmu sejarah mempelajari bagaimana suatu peristiwa,
urutan dan makna tentang peritiwa lampau. Pada perkembangannya, penyelidikan
sejarah tidak hanya membuat laporan tentang orang-orang dan tempat-tempat saja.
Mereka juga mempelajari bagaiman kecenderungan sosial yang luas dari waktu ke
waktu. Data-data inilah yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi pada saat
melakukan penyelidikan historis. Contohnya, sosiologi dapat membandingkan
pengaruh sosial industrialisasi di negara-negara Barat pada tahun 1800-an
dengan pengaruh industrialisasi sekarang di negara-negara yang sedang
berkembang artinya melalui acuan historis, sosiolog dapat menjelaskan tentang
peristiwa sosial masa sekarang.
H. Peran dan Fungi Sosiologi
Dalam Maryati dan Suryawati, (2013: 15) menjelaskan
dalam setiap bidang ilmiah terdapat perbedaan antara ilmu murni dan dan
ilmuterapan. Ilmu murni (pure science)
merupakan pencarian pengetahuan. Segi pengunaan praktisnya tidak menjadi
perhatian pertama. Sementar itu ilmu terapan (apllied science) merupak pencarian cara-cara untuk menggubakan
pengetahuan ilmiah guna memecahkan masalah praktis. Seorang sosiolog yang
melakukan penelitian tentang struktur sosial suatu masyarakat pedesaan sedang
bekerja sebagai seorang ilmuwan murni. Akan tetapi, ketika penelitian ini
diteruskan dengan studi tentang cara mencegah feodalisme di daerah pedesaan itu, mka
penelitiantersebut menjadi ilmu terapan.
Bila diteliti secara mendalam, sosiologi merupakan
ilmu murni dan ilmu terapan. Sosiologi merupak ilmu pengetahuan murni, karena
sosiologi memiliki pengetahuan (knowledge),
sistematis ,dan objektif. Sosiologi disebut sebagai ilmu pengetahuan terapan
karena sosiologi menggunakan cara-cara pengetahuan ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah praktis. Pengetahuan sosiologi telah diterapkan seacra umum.
Banyak sosiolog yang bekerja pada instansi-instansi negara maupun menjadi
konsultan berbagai perencanaan pembangunan.
Sebagai ilmu pengetahuan sosial yang objeknya
masyarakat, sosiologi memiliki empat macam fungsi atau kegunaan, yaitu dalam
bidang perencanaan sosial, penelitian, pembangunan, dan pemecahan masalah
sosial. Beberapa fungsi atau kegunaan sosiologi dalam perencanaan sosial adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan
Sosial
Sosiologi
memahami perkembangan kebudayaan masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun
modern sehingga proses penyusunan dan permasyarakatan suatu perencanaan sosial
relatif mudah dilakukan. Sosiologi memahami hubungan manusia dengan lingkungan
alam, hubungan antargolongan, juga proses perubahan dan pengaruh penemuan baru
terhadap masyarakat. Ini berarti perencanaan ke depan yang disusun atas dasar
kenyataan yang faktual dalam masyarakat oleh sosiologi relatif bisa dipercaya.
Sosiologi
memiliki disiplin ilmiah yang didasarkan atas objektivitas. Dengan demikian,
pelaksanaan suatu perencanaan sosial diharapkan lebih kecil penyimpangannya.
Dengan berpikir secara sosiologi, suatu perencanaan sosial dapat dimanfaatkan
untuk mengetahui tingkat ketertinggalan dan tingkat kemajuan masyarakat
ditinjau dari sudut kebudayaannya, seperti perkembangan iptek. Hal ini
dilakukan agar dapat menyesuaikan dengan pertumbuhan lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang ada. Menurut pandangan sosiologi, perencanaan sosial
merupakan alat untuk mengetahui perkembangan masyarakat yang fungsinya untuk
menghimpun kekuatan sosial guna menciptakan ketertiban masyarakat.
2. Penelitian
Dalam
bidang penelitian masyarakat, sosiologi memiliki kelebihan dibandingkan
ilmu-ilmu yang lain karena memahami simbol kata-kata, kode, serta berbagai
istilah yang digunakan oleh masyarakat sebagai objek penelitian empiris,
pemahaman terhadap pola-pola tingkah laku manusia dalam masyarakat, kemampuan
untuk mempertimbangkan berbagai fenomena atau gejala sosial yang timbul dalam
kehidupan masyarakat, terlepas dari prasangka-prasangka subjektif, kemampuan
melihat kecenderungan-kecenderungan arah perubahan pola tingkah laku anggota
masyarakat atas sebab-sebab tertentu, kehati-hatian dalam menjaga pemikiran
yang rasional sehingga tidak terjebak dalam pola pikir yang tidak jelas.
3. Pembangunan
Fungsi
atau kegunaan sosiologi dalam usaha-usaha pembangunan (dalam Sosiologi Suatu
Pengantar edisi kedua, Soerjono Soekanto, 1986) adalah sebagai berikut.
a. Pada Tahap Perencanaan
Sosiologi
dapat berguna di dalam mengadakan identifikasi-identifikasi terhadap berbagai
kebutuhan masyarakat. Pada tahap ini diperlukan data yang relatif lengkap
mengenai masyarakat yang akan dibangun. Data-data tersebut mencakup pola
interaksi sosial, kelompok sosial, kebudayaan yang berintikan pada nilai-nilai,
lembaga sosial, dan stratifikasi sosial.
b. Pada Tahap Pelaksanaan
Pada tahan
pelaksanaan perlu diadakan identifikasi terhadap kekuatan dalam masyarakat. Hal
itu dapat dilakukan dengan cara mengadakan penelitian terhadap pola-pola
kekuasaan dan wewenang yang ada di masyarakat. Di samping itu, juga harus
diadakan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi.
c. Pada Tahap Evaluasi
Pada tahap
evaluasi diadakan analisi terhadap efek pembangunan. Kebersihan pembanguna
hanya dapat dinilai melalui evaluasi dan dapat diidentifikasi tentang adanya
kekurangan, kemacetan, kemunduran, bahkan mungkin kemerosotan. Melalui evaluasi
dpaat dilakukan pengadaan, pembetulan, penambahan, dan peningkatan secara
proposional (seimbang).
4. Pemecahan Masalah Sosial
Masalah
sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok
sosial yang bersumber pada faktor-faktor berikut.
a. Ekonomis, misalnya kemiskinan, pengangguran,
dan bencana alam.
b. Biologis, misalnya penyakit menular
dan wabah.
c. Psikologis, misalnya penyakit
syaraf, bunuh diri, dan disorganisasi jiwa.
d. Kebudayaan, misalnya kejahatan,
penceraian, kenakalan remaja, konflik etnis, dan konflik agama.
Sebagai
ahli ilmu kemasyarakatan, para sosiolog sangat berperan dalam membangun
masyarakat terutama di daerah yang berkembang. Bentuk-bentuk peran sosiolog
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Sosiolog sebagai ahli riset
Seperti
ilmuwan lainnya, para sosiolog berfokus pada pengumpulan dan penggunaan data.
Oleh karena itu, para sosiolog melakukan riset ilmia. Tujuannya adalah untuk
mencari data kehidupan sosial masyarakat. Data itu kemudian diolah menjadi
karya ilmiah yang berguna bagi pengambilan keputusan untuk memecahkan
masalah-masalah di masyarakat.
Dalam
kaitan dengan hal ini, seorang sosiolog harus mampu meluruskan berbagai
anggapan keliru yang berkembang dalam masyarakat. Dari hasil penelitiannya,
sosiolog harus dapat menghadirkan fakta-fakta agar dampak negative yang mungkin
ditimbulkan oleh kekeliruan masyarakat dapat dihindari. Berdasarkan hal
tersebut, seorang sosiolog bisa menghadirkan prediksi sosial yang memuat
pola-pola, kecenderungan, dan perubahan yang paling mungkin terjadi. Seorang
sosiolog juga dapat memberi informasi dari hasil kajian tentang gejala sosial
dan masalah yang timbul di masyarakat secara obyektif rasional.
2.
Sosiolog sebagai konsultan kebijakan
Prediksi
sosiolog dapat membantu memperkirakan pengaruh kebijakan sosial yang yang
mungkin terjadi. Setaip kebijakan adalah suatu prediksi. Artinya, kebijakan
diambil dengan harapan menghasilkan pengaruh atau dampak yang diinginkan. Namun
kebijakan yang diambil tidak selalu memenuhi harapan tersebut. Salah satu
penyebabnya adalah ketidak akuratan kesimpulan atau dugaan yang salah terhadap
permasalahan. Contohnya, apakah menggusur pedagang kaki lima di suatu temoat
untuk dijadikan taman kota adalah keputusan yang tepat? Apakah tawuran remaja
dapat diatasi dengan menyediakan lapangan olahraga?.
3.
Sosiolog sebagai praktisi
Beberapa
sosiolog terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan masyarakat. Mereka
memberi saran-saran, baik dalam penyelesaian berbagai masalah hubungan
masyarakat, hubungan antarkaryawan, masalah moral, maupun hunbungan
antarkelompok dalam organisasi.
Dalam
kedudukan tersebut, sosiolog bekerja sebagai ilmuwan terapan (applied
scientist) yang harus memperhatikan nilai-nilai budaya merupakan nilai ideal. Mereka dituntut mengguanakn
pengetahuan ilmiah dalam mencari nilai-nila tertentu seperti efisiensi kerja,
efektivitas program, atau kegiatan masyarakat.
4.
Sosiologi sebagai guru atau pendidik
Mengajar
merupakan salah satu kegiatan yang dapat digeluti oleh seorang sosiologi.
Sebagai seorang pendidik, sosiolog berperan dalam mengajarkan dan mengembangkan
sosiologi sebagai ilmu di berbagai bidang dengan memberikan contoh-contoh yang
terdapat di masyarakat.
Makasih kak😊
ReplyDelete